Friday, December 18, 2020

[Cerita dan Tarian] V - It just Feels Right

(cerita sebelumnya [Cerita dan Tarian] IV)


Sesekali kulirik lelaki di sebelahku ini. Bukan pertama kalinya aku bepergian jauh dengan seorang lelaki baik untuk perjalanan profesional atau sekedar liburan. Namun kali ini rasanya berbeda, apalagi setelah ia menjawab pertanyaan pertama tadi. Aku merasa ada harapan dan selangkah lebih maju. 

Petang keesokan harinya, kami sudah mendarat di terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Udara hangat menyambut begitu kami keluar dari pesawat. Kelembaban tropis begitu setelah beberapa jam lalu masih dalam aroma musim dingin. Tapi itu tak jadi soal. Daripada memikirkan cuaca, aku lebih sibuk dengan pikiranku karena dua hari lagi adalah hari pernikahan sepupuku, alasan utamaku pulang. Itu artinya kami akan bertemu dengan keluarga besar.

Aku yang mungkin kelihatan 'alim' di mata keluarga, untuk pertama kalinya aku membawa 'teman' dalam acara yang melibatkan keluarga besar. Orang asing lagi. Laki-laki lagi. Entahlah, aku benar-benar tidak bisa membayangkan apa reaksi dan komentar keluarga besarku. Huft, semoga tidak ada yang merasa canggung, harapku. Dan syukurlah, sepupu-sepupuku yang rata-rata lebih tua dariku sangat ramah dan membuat kita semua merasa nyaman. Dia pun nampak tak canggung meski jadi jauh lebih pendiam dari biasanya. Aku merasa tak hentinya tersenyum melihat diamnya mengamati lingkungan. Menurut pengakuannya, ini adalah belahan bumi paling selatan yang pernah ia sambangi. Belahan bumi di selatan khatulistiwa. I totally can relate. Aku sangat paham karena aku pun begitu ketika pertama kali menginjakkan kaki di Jepang. Otakku sibuk mencerna hal baru. Ada beberapa hal yang di Indonesia adalah common sense ternyata tidak di Jepang. 

"Seberapa sering kalian mengalami hujan zenith?" tanyanya waktu itu dalam perjalanan dari bandara menuju rumah salah satu sepupuku. 

"Hah? hujan apa?" tanyaku balik tak paham maksud pertanyaannya. Sepupuku, Mbak Ayu, yang menjemput kami di bandara pun tak kalah bingung. 

Dia pun berusaha menjelaskan diskripsi hujan yang dimaksud yaitu hujan yang terjadi akibat pertemuan dua angin pasat yang membentuk gumpalan naik ke atas awan karena pemanasan yang akhirnya menyebabkan awan menjadi menjadi menggumpal, kemudian mengalami titik jenuh, dan akhirnya hujan. 

"Ya emang gitu kan yang namanya hujan?" aku masih gagal paham kenapa dia tanya hal yang sudah jelas. Butuh beberapa waktu dan sedikit diskusi sengit untuk hanya membahas tentang hujan sampai akhirnya aku ingat memang ada beberapa jenis hujan. Aku tidak ingat pelajaran geografi yang entah sudah berapa abad yang lalu tentang macam-macam hujan karena di Indonesia kita paling sering mengalami satu macam hujan saja, hujan tropis. Hujan yang membuat kita basah kuyup seketika. Tapi ketika aku di Jepang, kadang aku merasa hujan di Jepang aneh. Kadang hujannya "bercanda" doang karena tidak membuat basah kuyup tapi cukup nampak terlalu lebat untuk disebut hujan rintik-rintik. Bukan aku saja orang Indonesia yang pernah mengomentari kalau hujan di Jepang ini ga bikin basah. Mbak Ayu pun yang pernah mengunjungiku di Jepang mengomentari hal yang sama. 

Barulah aku sadar ini salah satu common sense gap di antara kita. "Oh I see... ya maaf, kita lupa ada macam-macam hujan. Di Indonesia ya seperti ini hujannya. Bulirnya besar-besar langsung bikin basah," jawabku akhirnya menutup bahasan tentang hujan.

Wednesday, November 25, 2020

Rasa yang Tak Sama

Saat itu umurku 20 tahun ketika salah sahabatku menikah. Setelah menikah dia berubaha total, bahkan tidak meneruskan kuliahnya. Aku sempat marah dan tidak terima, tapi aku bisa memahami keadaaannya waktu itu karena, pertama, dari awal dia memang tidak suka jurusan kuliahnya, dan yang kedua, memang suaminya berbeda pemikiran tentang cara pandang sebagian besar dari kita saat itu. Ah agak susah menjelaskannya, intinya aku tidak kaget ini akan terjadi.

Tapi, ketika sahabat keduaku menikah tahun berikutnya, aku benar-benar tidak bisa menerima perubahan dia saat itu. Tentu saja aku sangat bahagia atas pernikahannya dan rela menempuh perjalanan jauh untuk menghadiri pernikahannya. Berbeda dengan sahabat sebelumnya, yang kedua ini aku tidak menyangka perubahannya akan se-signifikan itu. Ada beberapa perubahan sikap yang aku tidak bisa terima saat itu sehingga dia benar-benar menangis karena tak tahu harus bagaimana. Tapi akhirnya aku sadar, biar bagaimana pun, prioritas sahabatku itu sudah bergeser. Rasanya pertemanan kita beberapa tahun ini tak ada pengaruhnya sama sekali. Sejak kejadian (pertengkaran) kita waktu itu, meskipun tidak diucapkan dengan kata-kata, aku mundur teratur menarik diri dari kehidupannya dan (waktu itu) sepertinya dia tidak begitu peduli. Ah sudahlah...

Friday, November 13, 2020

Dear My Brothers

Thank you for trusting me.
Thank you for sharing your feeling,
your thinking,
your idea.
Thank you for calling me,
asking for my comments and suggestion.
It really means to me. 
I feel like I can do my job as your sister,
to be your friend that you can talk to.

I know that I wasn't a good sister for you
I was too selfish
I was too judgemental
I was too arrogant
to just listen to and understand you.
I am also in the progress to be the better of me
and I am sure you also see me growing,
to be a better person.

I mostly have a busy time,
if you know me, indeed I always try to be busy.
But for you, 
I always try to make time.
Because busy or not is a matter of priority.

Friday, August 7, 2020

[Cerita dan Tarian) IV - Taaruf

(cerita sebelumnya [Cerita dan Tarian] III)



"Sarah sudah ada calon? Kalau belum, ini ada yang mau taaruf." tiba-tiba sebuah pesan singkat muncul di notifikasi ponselku. Dari seorang kawan lama. Aku bingung apa yang harus kujawab. Hampir satu bulan masih saja tak ada tanda-tanda ia akan menjawab pertanyaan pertama. Ia bahkan tetap pergi ke Vietnam mengunjungi kawan wanitanya, yang sebenarnya juga kawanku. Tak ada yang salah sebenarnya dengan perjalanan dia ke Vietnam, karena memang ia sudah merencanakan jauh-jauh hari sama halnya rencana perjalanan ke Indonesia. 

"Akhir Desember aku mau pulang ke Indonesia, karena sepupuku mau nikah. Kamu jadi mau ikut tak? Mungkin ini kesempatan terakhirmu ke mengunjungiku di Indonesia lho," kataku beberapa bulan lalu seusai lab party di rumah kontrakannya . Waktu itu aku belum kepikiran tentang tiga pertanyaan. Jangankan tiga pertanyaan, pemikiran bahwa aku mulai tertarik padanya saja berkali-kali kutepis. Namun, nafsu sering kali terus berusaha mencari tempat di hati sehingga bayangan berperjalanan pulang kampung dengan seorang kawan, apalagi dengannya, terasa sangat menyenangkan.

"Iya sih... Aku kupikirkan lagi nanti."

"Jangan kelamaan mikirnya. Paling lambat Senin besok kabari keputusanmu ya. Aku mau beli tiket hari itu karena akan ada diskon Senin itu sampai jam 24."

"OK!" 

Sebenarnya tak hanya dia saja yang kuajak ke Indonesia. Kuajak pula kawan-kawan lain agar lebih ramai dan seru perjalanan mudikku nanti. Tapi sejauh ini tidak ada meng-iya-kan ajakanku dengan berbagai macam alasan. Pada akhirnya hanya dia yang nampaknya masih tetap ada keinginan. Namun hinggal 2 bulan sebelum tanggal kepulanganku ia belum juga memberi keputusan, padahal aku harus segera memesan tiket.

"Oh ya, kalau kamu beneran jadi ikut, itu membuatku jadi lebih bahagia. hahaha," tambahku sebelum aku benar-benar pulang bersama kawan yang lain. Dia tampak tersenyum. "Membuatku jadi lebih bahagia". Tak kusangka aku benar-benar mengucapkan itu. Hari itu aku memang berencana mempraktikkan 'ilmu' dari sebuah video dating tips yang kutonton beberapa hari ini, semacam tips-tips motivasi untuk menjadi diri yang lebih menarik dan memahami apa yang biasanya terjadi dalam sebuah hubungan laki-laki dan perempuan. "Ungkapkan dengan jelas bahwa keberadaannya membuat kita lebih bahagia", kata motivator dalam video itu.  Kupikir It Works!  Ia tersenyum dan keesokan harinya konfirmasi kalau dia mau ikut liburan ke Indonesia akhir Desember nanti. 

Friday, June 19, 2020

Dear Rina

Never come with an empty hand to me


Dear Rina,

I wanna say “How are you doing”, but you might not like that “meaningless” question. So, I ‘just’ wish you all luck and happiness always.

Rina, first of all, I wanna say thank you.

Thank you to be one of my best friends.

Thank you that you were there in my darkest time.

Thank you for always coming to cheer me, driving along from Kanazawa to in-the-middle-of-nowhere no matter what time.

You always try to be there when I said I need you.

Listening to all the repetition of “garbage”-boring story.

Forced you to eat my failed cakes and foods.

On the opposite way, sometimes you cook and came to my lab and we have lunch together. You always come with delicious food for me.

I really feel loved for everything you did for me. Make feel like a human again. That time, was the time that I realized that all I need is a friend.

And you give that.  You were there. That means A LOT to me. I owe you much that I’ve never been able to repay. 


I am sorry I couldn’t do anything for you.

Not there when you need. I am too stubborn and selfish and not doing anything for you.

I miss you.
I still wanna be your friend.

But I don’t know if I am still qualified for that.

I am sorry I don’t have enough words to express how much I feel guilty to you. 

How much I still wanna be friend with you.

How much I still wanna talk like we used to do.

But I don’t know if I still deserve that, to be your buddy.


I am scared and really scared that I have done really really bad to you.

I know I must have made a big mistake (or it’s an accumulation of small mistakes) to you.

I didn’t know that I have treated you that bad.

And I eventually am one of those toxic people for you.

When I realised that I cannot contact you again, 

I was thinking to come directly to your house or to your working place to see you. To ask you to tell me what I’ve done and say sorry.

But then I always think that that’s what you want. 

It’s hard but I try to respect your decision.  

So I wait. I keep waiting and considering what to do. 

I really miss you, wanna thankful to you for what you have done for me and sorry for what I have done. But seems that I have to hold myself.

Finally, I tried to reach you again through Sakai san. But seems you were still mad at me at that time. 


I keep thinking about my big fault to you and some things that might make you decide to cut all contact with me.

To be honest, I never thought that I will do so much bad to you that make you do that. But apparently, I did. 

I am really really sorry, Rina. I really don’t want to hurt you. I am sorry I didn’t care much as you care about me. I am sorry I failed to treat you well as you treat me. I am sorry I get along with people whom you don’t like. I am sorry to keep doing something you don’t like or even hate. I am sorry to hurt you so much. I am sorry. I am sorry. I am really sorry. I am sorry, Rina.

I wish I can do something to amend this. But I don’t know how and what to do. 

I wanna ask how can I do to make amends to you and repair our relationship. 

I want you to tell me what can I do for you?


But I don’t want to force you if you really don’t want to and I don’t want to put you in the position that you have to do. I don’t wanna hurt you more.

I wish someday you will forgive and accept me again as your friend.  

You are one of my best friends that really really owe much. You’ve saved my life. You did so much so to me while I did nothing for you, enough to see that I just taken you for granted. So, I am waiting for the time that you will allow me to come to you. 

In my heart, you are still my best friend and I hope at least you can accept me to be your friend again someday. 


-See you-

Wednesday, June 17, 2020

Cerita di Balik Layar

"Kok nikah sama mualaf? Kenapa ga sama yang dari awal muslim?"

"Kenapa ga nikah aja sama orang Indonesia?"

"Gimana tu nikahnya? Kok orang tua ngijinin?"

"Gimana perasaan orang tua? Anak perempuan satu-satunya, malah orang lain yang menikahkan."

and so on, and so forth. 

Hokkoku-shinbun (Harian Hokkoku), 26 Mei 2020
Tanggal 29 Desember 2019, hari itu hari dimana kami mendapat restu orang tua untuk menikah asalkan lelaki itu menjadi muslim dan mau terus belajar dan berusaha menjadi muslim yang utuh. Sejak hari itu kami pun fokus dengan belajar lagi untuk menjadi muslim yang paling standar (memenuhi rukun Islam). Awalnya kami berpikir akan membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk membuatnya yakin memutuskan masuk Islam. 

Namun, ternyata sejak tanggal 29 Desember 2019 itu kami intens berdikusi tentang Islam dan dia pun di hari yang sama tiba-tiba berinisiatif untuk mulai ikut sholat. Detail mengenai bagaimana kami pertama mengenal hingga akhirnya memutuskan untuk menikah aku tulis di postingan lain dalam bentuk cerita bersambung yang berjudul Cerita dan Tarian. Dalam cerita tersebut, nama disamarkan (meskipun mudah untuk dikenali sih), tapi kejadiannya nyata. Ceritanya pun belum selesai ditulis. Masih bersambung.

Long story short, berawal dari kunjungan ke rumah Pak Matsui dan mbak Hikmah, sebagai sesepuh Ishikawa Muslim Society, pada tanggal 4 Januari 2020,

Saturday, June 13, 2020

[Cerita dan Tarian] III - Tiga Pertanyaan

(cerita sebelumnya, [Cerita dan Tarian] II )



Sepekan sebelumnya, dalam perjalan menuju dance class di Kota sebelah, 

"What are looking for in a relationship?" Apa yang kamu cari dari sebuah hubungan? Tanyaku ketika kulihat ada kesempatan. Biasanya kami pergi bertiga, tapi kali ini Sabrina tidak ikut. Dia dan Sabrina adalah kawan akrab semenjak dia pertama datang di kampus kami. Sama-sama penari. Dulu waktu kecil mereka sama-sama ikut kelas balet. Tapi beranjak dewasa Dia lebih fokus pada ballroom dance sedangkan Sabrina lebih senang free style dance. Tapi intinya keduanya suka menari dan akhirnya tergabung dalam sebuah tim Yosakoi, sebuah aliran tarian modern-transional Jepang.

Selain itu, mereka dua juga ikut klub tari di kota sebelah. Biasanya Sabrina yang memimpin dan mengajar tari kecuali kalau berhalangan hadir, Dia yang akan menggantikan Sabrina seperti malam ini. Kadang aku ikut mereka ke klub tari karena bosan dan mati gaya di asrama kampus yang berada di tengah antah berantah.

"Intinya dalam sebuah hubungan, aku ingin kita sama-sama independently dependent," jawabnya setelah sedikit rileks dari konsentrasi menyetir. Sebelum aku sempat menanyakan maksud jawabannya, dia sudah melanjutkan penjelasannya."Jadi aku ingin kita masing-masing tetap memiliki kehidupan sendiri misalnya pekerjaan dan aktivitas tidak harus sama. Pasanganku tetap harus bekerja dan punya kehidupannya sendiri tanpa bergantung sepenuhnya denganku. Misalnya kita harus LDR dulu beberapa bulan, aku tidak masalah. Tapi pada akhirnya kita masing-masing saling membutuhkan satu sama lain dan selalu membutuhkan satu sama lain untuk terus bersama."

Ia berhenti sejenak menunggu reaksiku. Aku hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun, membuatnya tak yakin apakah aku paham maksudnya. "Bingung ga? Dalam sebuah hubungan kita harus independently dependent. Paling tidak itu yang kucari. hehee..."

"No. Aku paham maksudmu. Kamu pengen wanita mandiri yang bisa mengurus dirinya sendiri tapi mau menghabiskan sisa hidupnya denganmu. Mau ikut kemana pun kamu pergi. ya kan? Sungguh egois. hahaha...." balasku akhirnya. Dia hanya mamnyunkan bibir mengiyakan. Jujur, aku tidak keberatan dengan itu meskipun terdengar egois. Tapi, siapa manusia di bumi ini yang sesungguhnya tidak egois? okee, mungkin memang ada orang seperti itu. Tapi aku selalu berpikir, manusia pasti punya ego meskipun proposinya berbeda-beda dan menurutku tak banyak orang yang mau mengakuinya meletakkan dalam proporsi yang tepat.

Sunday, May 17, 2020

Urgensi Mengenal Allah [The Urgency of Knowing Allah]

   

1. Tema Kajian [Study Theme]

1.1 Allah Sang Pencipta Alam [Allah The Creator of the Universe] – [Ar-Ra’d 13:16; Al-An’am 6:12,19; An-Naml 27:59; An-Nur 24:35; Al-Baqara 2:255]

قُلْ مَن رَّبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ قُلِ ٱللَّهُ قُلْ أَفَٱتَّخَذْتُم مِّن دُونِهِۦٓ أَوْلِيَآءَ لَا يَمْلِكُونَ لِأَنفُسِهِمْ نَفْعًا وَلَا ضَرًّا قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلْأَعْمَىٰ وَٱلْبَصِيرُ أَمْ هَلْ تَسْتَوِى ٱلظُّلُمَٰتُ وَٱلنُّورُ أَمْ جَعَلُوا۟ لِلَّهِ شُرَكَآءَ خَلَقُوا۟ كَخَلْقِهِۦ فَتَشَٰبَهَ ٱلْخَلْقُ عَلَيْهِمْ قُلِ ٱللَّهُ خَٰلِقُ كُلِّ شَىْءٍ وَهُوَ ٱلْوَٰحِدُ ٱلْقَهَّٰرُ

Say, “Who is the Lord of the heavens and the earth?” Say, “Allah.” Say, “Have you taken besides Him protectors, who have no power to profit or harm even themselves?” Say, “Are the blind and the seeing equal? Or are darkness and light equal? Or have they assigned to Allah associates, who created the likes of His creation, so that the creations seemed to them alike? Say, “Allah is the Creator of all things, and He is The One, the Irresistible.” [Ar-Ra’d 13:16]

Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah". Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". [Ar-Ra’d 13:16]

Hakikat Manusia - Human Nature according to Quran




1. Makhluk (Ciptaan) [Creature]

1.1. Pada Fitrah [On instinct to know their Creator] - [Ar-Rum 30:30]

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

So devote yourself to the religion of monotheism—the natural instinct Allah has instilled in mankind. There is no altering Allah’s creation. This is the true religion, but most people do not know. [Ar-Rum 30:30]

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [Ar-Rum 30:30]

Monday, April 13, 2020

Kenapa Belum Menikah? (Part 2)

Tulisan ini adalah lanjutan dari postingan Kenapa Belum Menikah? (Part 1) hampir setahun lalu, di masa galau beratttt, masa-masa bangkit dari keterpurukan (halah lebay). Sungguh, menyakitkan, karena sebenarnya dari lubuk yang terdalam, aku pun menginginkannya sejak lama. Menikah. Semakin hari saking lamanya menunggu (menurutku lama sih), diri ini semakin sensitif dengan kata "menikah". Sehingga pertanyaan-pertanyaan semacam "kapan menikah" dan kawan-kawannya rasanya menjadi seperti bentuk "penghinaan" dan palu godam yang memukul remuk hati ini (lebay meneh...... -_-). Berlebihan? Mungkin. Tapi ya... gimana ya... emang gitu sih rasanya. Intinya, setiap orang ada alasan mereka masing-masing. Jadi mari kita khusnuzhon saja dan tidak banyak bertanya kecuali memang niat ingin membantu. Kalau sekedar kepo, mending di-rem saja dulu lah.

Melanjutkan dari tulisan sebelumnya, aku cuma mau berbagi tentang hasil perenungan panjangku terutama tentang masalah jodoh dan hidup (hmmm topik yang berat). Aku sendiri sudah ingin menikah sejak SMA. Bukan, bukan ingin nikah saat SMA, tapi niatan itu sudah ada sejak SMA sehingga berani pasang target nanti menikah umur 21. Jadilah begitu menginjak umur 21, aku langsung memasukkan curriculum vitae (CV) ke guru ngaji untuk dicarikan jodoh. Namun, percayalah, sejak saat pertama kali memasukkan CV tahun 2011 hingga sudah diupdate berkali-kali tahun demi tahun, dari satu guru ke guru berikutnya, tidak pernah satu pun yang mau "proses". What's wrong with me!!!!! Apa profilku sebegitu jeleknya hingga tak satupun bahkan mau mencoba mengenalku lebih dalam? Ngenes kan? 

Namun aku tak sedih. Life must go on no matter what. Hingga pada akhirnya ada kejadian yang menjadi titik balik caraku melihat, berpikir, dan menyikapi hidup. Dari kejadian itu, pertanyaan demi pertanyaan fiosofis kembali memenuhi pikiran. Apa yang sebenarnya aku inginkan? Berusaha benar-benar jujur dengan diri sendiri. Se-egois dan sebodoh apapun keinginan itu, coba jujur pada diri sendiri.

Monday, January 27, 2020

Tutorial Lanjut Studi S2/S3 di Jepang - Setitik Pencerahan bagi yang Kurang Beruntung di Akademik tapi tetap Ingin Sekolah (kalau bisa ga Pakai Bayar)

Panjang ya judulnya. Biarlah. Karena tulisan berikut ini memang berusaha memberi harapan bagi yang biasa aja alias pas-pasan di bidang akademik dan tak berharta macam Sultan macam yang nulis ini. Jadi, sebelumnya saya pernah share tentang pengalaman bisa sampai sekolah di Jepang tanpa beasiswa penuh dengan dana yang sangat pas-pasan (bisa dibilang minus malah). Kali ini, saya ingin berbagi informasi yang lebih detail dan praktis mudah untuk diikuti. Tutorial ini utamanya untuk yang ingin sekolah ke Jepang. Tapi, informasinya boleh lah dimodifikasi sedemikan rupa sehingga bisa ditargetkan untuk negara lain.

Sebelum lanjut baca, baca dulu disclaimernya ya.
Disclaimer: "Postingan ini hanya berdasarkan pengalaman dan pengamatan pribadi. Keakuratan informasi kurang bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga, segala resiko mengkuti tutorial ini silakan ditanggung sendiri."
Baiklah. Sudah paham disclaimernya? Kalau sudah paham, sudah siap menyerap informasi? Cuss!!!

Langkah-(-1): Siapkan NIAT
Ini PENTING!! Seperti tersebut di dalam Hadits Arbain nomer 1, bahwa setiap amalan tergantung daripada NIAT. Jadi tanya lagi pada diri sendiri, sungguh inginkah diri ini kuliah di Jepang? Untuk apa kuliah ke Jepang? Ngapain harus jauh-jauh sekolah ke Jepang toh di Indonesia banyak kampus bagus juga? Trus kalau sudah sampai Jepang mau ngapain? Siap LDR sama orang tua, kakak, adek dan orang-orang tercintanya? Yang mau ditinggal pun apakah sudah siap dan ridho? Siap dengan kehidupan di Jepang? Siap menghadapi kemungkinan terburuk? dan pertanyaan-pertanyaan lain.
Tanya tanya sendiri, jawab jawab sendiri. Dan jawabnya harus yakin juga! Satu pertanyaan saja yang ragu kamu jawab, membuat langkahmu pun tak mantap.

Kenapa niat sangat ditekankan? Menurut pengamatan bodon saya, banyak dari teman-teman yang ingin lanjut kuliah tapi tidak permah mantab melangkah, padahal kadang ada jalan di depan mata. Kalau kamu juga merasa seperti itu, ingiiiiiiin sekali kuliah ke Jepang tapi masih juga diam di tempat, coba sekali lagi tanya pada dirimu. Apakah kamu benar-benar menginginkannya?

Langkah-0: Pilih "Jalan TOL" atau Jalan Umum
Yes. Sederhananya, yang dimaksud jalan TOL di sini adalah jalur beasiswa, sedangkan jalan umum adalah jalur non-beasiswa. Meskipun namanya jalur-rakyat-jelata, bisa jadi secara materi lebih mahal dibanding dengan jalan tol. Namun jalan tol pun tak murah, Ferguso. Kau harus bayar dengan kerja keras, otak cerdas, jaringan luas, dan segepok keberuntungan. Kalau mau yang jalur-rakyat-jelata tapi yang ga mahal-mahal amat, maka kerja keras dan doa Anda harus berkali-kali lipat lebih besar. Untuk memberi gambaran umumnya, silakan amati Gambar 1 di bawah ini.
nur.karimah777.blogspot.com
Gambar 1. Jalur Studi (klik pada gambar untuk gambar lebih jelas)