Monday, November 21, 2016

Sekelumit cerita - Dari Research Student hingga BU

Banyak yang bertanya bagaimana bisa aku kuliah di Jepang. Pakai beasiswa apa? Kalau kuliah di Jepang harus bisa bahasa Jepang atau tidak, dan lain-lain. Sebenarnya sudah lama niat mau berbagi pengalaman tapi kok ya malesnya ga pergi-pergi. Tapi sudah ada janji dengan beberapa teman untuk share pengalaman komplit (terutama menyoal pembiayaan). Selain itu, ada juga janji dengan diri sendiri kalau dapat beasiswa mau nulis cerita perjalanannya. Tapi ini aku nulisnya asal aja ya. Asal mengalir dari hati tanpa gambar warna-warni dan atau hal-hal nyeni ala-ala blogger pada umumnya. Ndak. Jadi siap-siap bosen. Heheh.

Oke. Darimana sebaiknya kita mulai? Oh kita mulai saja dari pertanyaan Gimana cara bisa kuliah di Jepang? Karena itu pertanyaan yang paling sering muncul.

Gimana cara bisa kuliah di Jepang?
Sebenarnya ada banyak cara, yang paling umum (sepengetahuanku) adalah adanya kerjasama antar institusi misal antar universitas, dan/atau program-program PNS (terutama dosen dan peneliti). Kalau ada kerjasama dari institusi gitu sepertinya memang lebih gampang ya, informasinya bisa ditanyakan langsung ke institusinya. Biasanya ada beberapa program yang bisa diikuti. Tinggal ikuti persyaratannya, kalau rezeki, gampang lah insyaAllah.

Nah, gimana kalau kita ini dosen bukan, mahasiswa bukan (udah lulus maksudnya), kampus atau almamater mungkin baru ‘terdengar’ (lebih parah dari sekedar terakreditasi) sehingga ga ada kerjasama dengan kampus di luar negeri, cupu pula, ga punya duit pula, pinter juga enggak, IPK pas-pasan. Kalau memang begitu kondisinya, saran paling utama adalah kencengin deh doanya. Hehe…

Eh tapi serius. Itu ciri-cirinya mendekati kondisiku lho. Selain doa, asalkan ada usaha dan tawakkal yang sungguh-sungguh sehingga orang tua dan Allah ridho, inshaAllah bisa.

Nah, jadi kalau kita tidak terikat suatu institusi, maka kita harus kerja keras mencari jalur yang lain dan berusaha lebih keras. Berikut ini poin-poin yang mungkin bisa diusahakan (ga urut gapapa lho):


1. Cari beasiswa mandiri.
Ada banyak link beasiswa yang bisa kita akses secara mandiri seperti beasiswa LPDP, monbukagakusho, Beasiswa Unggulan (BU), dll. Di sini aku ga akan ceritakan tentang beasiswa-beasiswa itu, kecuali BU. Nanti aku mau sedikit cerita tentang pengalaman terkait BU.

2. Kepo-kepo orang terkenal.
Ini yang aku lakukan. Dulu hobi banget kepoin orang terkenal (yang terkenal aja ya, jadi please, jangan khawatir kalau kamu ga terkenal, tenang aja, kamu aman dari kepoanku), termasuk diantara yang dulu kukepoin adalah Pak Khoirul Anwar. Tahun 2008 dulu di dunia informatika beliau mulai terkenal dengan penemuannya. Jadilah aku cari tahu tentang riset-riset beliau dan juga facebooknya. Nemu! Add lah. Bahkan add juga istrinya. Oiya, sebagai catatan, dulu juga aku add beberapa mahasiswa yang di Jepang meskipun ga kenal (hanya sekedar tahu). Pokoknya add semua (such an aggressive girl, no) demi pengen lihat Jepang dari wall orang-orang itu, ya kali suatu saat ada informasi bermanfaat. Tapi seringnya dapet mupengnya aja sih dulu. Hehe… trus merasa terdholimi (siapa juga yang mendholimi? Aslinya iri aja sih. Tapi ini iri yang baik ya) kemudian berdoa semoga suatu saat bisa ke situ juga.
Oke, setelah bertahun-tahun ngiri-ngiri doang, akhirnya pada suatu hari Pak Khoirul posting di wall Facebook nya tentang lowongan Call for Project Worker. Kualifikasinya seharusnya mahasiswa S2 atau S3. Syaratnya kirim CV dan research plan.

Nah saat itu statusku adalah karyawan yang baru lulus S1 hampir 2 tahun yang hampir 2 tahun itu ga nyentuh-nyentuh buku pelajaran. Salary woman lah, ngantor pagi, pulang sore kadang malam, ketambahan aktivas ini itu, awal bulan terima gaji. Udah gitu aja. Ga ada kegiatan akademis-akademisnya sama sekali apalagi research plan, mana kepikiran??

Tapi waktu itu, tergerak jiwa dan raga untuk melayangkan email kepada Pak Khoirul melampirkan CV, yang sebelumnya di suatu kesempatan pernah satu kali korespondensi dengan beliau untuk meminta komentar tentang CVku. Tak lupa di body email dijelaskan, intinya menunjukkan kesungguhan kita. Waktu itu yang aku tulis kepada Pak Khoirul kurang lebih seperti ini, “Pak Khoirul, saya adalah bla bla bla, melihat informasi di facebook Bapak tentang bla bla bla, saya tertarik untuk mendaftar tapi kondisi saya bla bla bla. Berikut saya lampirkan CV. Apakah dengan CV seperti ini memungkinkan untuk mendafarkan diri untuk project ini?”

Yah, kurang lebih seperti itu. Tentu saja aslinya pakai bahasa yang lebih sopan dan professional. Alhamdulillah mendapat respon dari Pak Khoirul dan beliau meneruskan emailku ke professor yang punya project. Selanjutnya dilanjutkan proses tanya jawab melalui email dengan professor terkait teknik (untuk project) kurang lebih selama satu bulan hingga akhirnya professor menerima lamaranku sebagai peneliti sekaligus sebagai murid.

Nah, itu singkatnya cerita awalnya. Apa poin pentingnya? CV. Senjataku waktu itu cuma CV. Jadi, berikutnya, poin ketiga adalah menyiapkan CV.

3. Siapkan Curriculum Vitae (CV)/Resume/Daftar Riwayat hidup nan ciamik dalam bahasa Inggris.

Apapun kamu sekarang, susun CVmu dari sekarang. Jangan dulu minder, ah CVku ga ada yang spesial. Jangan menyerah kawan…. Percayalah, cobalah teliti kembali, pasti ada sesuatu yang sudah kamu lakukan yang bisa ditulis di CV. Jangan underestimate apa yang telah kamu lakukan, karena bisa jadi yang mungkin kamu anggap sepele itu adalah poin pentingnya dan menurut orang lain luar biasa.
Aku tercengang beberapa kali dengan respon orang jepang terhadap sesuatu. Kadang (sering juga sih) hal-hal yang (tadinya) menurutku sepele ternyata mereka menaruh perhatian penuh. Serius. Salah satu contohnya nih, aku lihat para dosen itu SERIUS sekali dengan tanggung jawab mengajarnya. Kan memang harusnya gitu? Iya, memang harusnya gitu. Banyak hal yang orang Jepang lakukan itu memang “yang harusnya gitu”. Mungkin karena di Indonesia kita terbuai dengan kalimat “peraturan ada untuk dilanggar”, jadi terlalu banyak hal “yang seharusnya gitu” dianggap sepele dan angin lalu dan sudah biasa untuk tidak diseriusin. Zannen desu ne.....
OK. Itu salah satu contoh. Intinya. Susun CV dari sekarang, pelan-pelan secara berkala revisi, revisi, dan revisi lagi. Minta orang lain juga untuk mengoreksi CVmu.

Master atau PhD? Pakai Beasiswa Apa?

Itu adalah pertanyaan kedua yang sering muncul. Jawabannya dirangkum saja ya di 2 poin ini.
1.       April – September 2015 : Research Student
Setelah professor (berikutnya kita sebut saja sensei) menyatakan menerimaku di project ini, beliau menawari untuk sekalian jadi mahasiswa master dia. Tapi dilihat-lihat sepertinya berat di ongkos. Karena seleksi masuk mahasiswa master yang overseas sudah tutup, jadi kalau mau daftar master harus seleksi offline. Jadi datang langsung ke kampus untuk tes trus udah, pulang lagi. Aduh, Adek ga punya uang, bang… >____<.

Alternatif lain adalah jadi mahasiswa riset (research student) selama enam bulan dulu baru nanti daftar master selama enam bulan itu. Sekalian adaptasi, sekalian nyiapain dana. OK, jadi fix aku pilih jadi research student dulu. Aku lupa daftar master bulan apa, tapi tesnya sekitar bulan Juli dan per Oktober 2015 baru resmi sebagai mahasiswa master.

Bulan Desember itu, setelah sama-sama OK, maka sensei meneruskan informasi ke bagian admisi kampus bahwa beliau menerimaku sebagai mahasiswa riset doi. Selanjutnya adalah proses admisi termasuk pengurusan visa, tempat tinggal dan lain-lain. Korespondensi baik langsung (post mail) maupun elektronik (email) pun dilakukan sejak bulan Desember 2014 . Hingga akhirnya, 3 April 2015, diantar Korean Air (yang makanannya enyaaaaaak >____<), sampailah raga ini di negri sakura tepat di musim sakura. Ya, sakura yang hanya mekar setahun sekali itu, itu pun paling awet sekitar 2 pekan. What a lucky girl. Alhamdulillah…

2.       1.5 tahun tanpa beasiswa

     Jadi, saudara-saudara, status pertamaku seharusnya adalah kerja, sebagai peneliti, tapi ‘nyambi’ sebagai sebagai pelajar. Tapi secara de facto dan de jure (bedane apa sih? Aku kok lupa), status utamaku adalah pelajar yang ‘nyambi’ kerja di kampus. Karena kerjanya pun di kampus, jadi visanya tetep visa pelajar.

Status pelajarnya adalah, private finance student, mahasiswa mandiri dengan biaya sendiri. Jadi tetap bayar uang pendaftaran, uang masuk, SPP, dan asrama normal. Di luar itu juga masih harus bayar asuransi kesehatan dan biaya hidup lainnya seperti makan sehari-hari dan baju (terutama baju-baju dingin. Musim semi dan gugur pun consider dingin bagiku). Pemasukan? Ya dari gaji bulanan sebagai peneliti itu. Pinter-pinter aja ngaturnya, apalagi waktu itu aku harus bayar utang karena tabungan dari kerja selama hampir 2 tahun ternyata tak cukup untuk jadi ‘modal’ awal ke Jepang. Sempat kepikiran untuk part time job di luar, tapi untung disarankan teman-teman di Nomi mending konsen aja ke belajarnya, bikin paper sebanyak-banyaknya (hehe... niat bikin papernya kok gitu? eheee...). Pertimbangannya, sama-sama capek baik part-time di luar ataupun preserve waktu untuk belajar. Maklumlah, kami di gunung. Akses ke peradaban manusia time consuming dan energy exceed kalau ga punya mobil. Beruntung di kampus ada beberapa lowong part-time juga. Ada lho part-time di kampus. Biasanya jadi obyek experiment project riset mahasiswa (yang tentu saja sumber dananya bisa jadi dari project sensei atau kampus). Sering-sering pantengin email aja lah kalau gitu. 

Alhamdulillah tanggungan sudah lunas. Makanya berani cerita dan semoga bisa jadi pengalaman bersama terutama tentang manajemen keuangan. Diantara yang aku lakukan sejak datang ke Jepang adalah selalu mengumpulkan nota belanja, diurutkan berdasarkan tanggal selama sebulan kemudian ditempel di 1 kertas A4 (dilipet-lipet sedemikian rupa sehingga muat 1 halaman. Yang pengalaman jadi bendahara pasti paham), kemudian ditotal selama per bulan, maka nanti ketahuan pengeluaran kasar kita selama sebulan berapa. Simple kan? Apalagi sekarang banyak aplikasi manajemen keuangan seperti itu. Dulu waktu di Indonesia aku pakai aplikasi, tapi ga telaten. Alhamdulillah selama di Jepang sampai sekarang aku masih ngumpulin nota-nota sebagai bahan muhasabah. Hehe.. Biar tetep kontrol cyiin. Dengan mengetahui kebutuhan bulanan kita, maka kita bisa membuat to do list atau to buy list dengan lebih seksama dengan tempoh jang sesingkat-singkatnja menyesuaikan budget yang ada dan prioritas mana yang lebih utama.

Beasiswa Unggulan (BU)

1,5 tahun aku tinggal di Jepang, Scholarshipless, maksudnya tanpa beasiswa. Selama 1,5 tahun itu entah sudah berapa aplikasi beasiswa sudah dilayangkan. Jadi ternyata, beasiswa di Jepang itu banyaaaaaaaaaaaaaaak. Apalagi kalau kamu bisa bahasa Jepang, peluangnya lebih banyak lagi karena sebagian besar beasiswa memerlukan kemampuan Bahasa Jepang, minimal kemampuan untuk ngisi form dalam bahasa Jepang. Tapi sebagai bocoran, kalau cuman ngisi, bisa minta bantuan teman. Karena beberapa beasiswa itu hanya perlu 1 apply dan tidak ada wawancaranya. Ada tuh beberapa teman yang tidak bisa bahasa jepang bisa dapat beasiswa dari perusahaan Jepang. Waktu ngisi form pendaftaran minta bantuan teman. Nah, kalau pun lolos dan harus pakai wawancara, insyaAllah itu pun bisa dipelajari pola wawancaranya. Tapi kalau malas ribet, beasiswa yang tidak memerlukan kemampuan bahasa Jepang pun juga ada beberapa. Jadi jangan khawatir, insyaAllah kalau sudah jadi rezeki, maka rezekimu akan menyambut ‘jemputan’mu.

Selama 1.5 tahun itu entah sudah berapa aplikasi sudah dilayangkan. Tapi penolakan demi penolakan kuterima. Setiap kali ditolak rasanya.......... sedihnyaaa.......... kalau sudah gitu biasanya ‘nyampah’ ke orang-orang tertentu dan tentu saja tanpa lelah minta doa orang tua dan keluarga di rumah. Aku yakin doa mereka-mereka itulah yang menguatkanku. Dan tentu, kita punya Allah. Punya Al-Qur’an yang membimbing kita. Menuntun kita apa yang harus kita lakukan saat rasanya jalan benar-benar buntu.

Intinya, never give up, setiap ada kesempatan apply beasiswa, maka apply. Hingga akhirnya dapat informasi tentang Beasiswa Unggulan dari Kemdikbud batch 2. Prosesnya termasuk cepat dan relatif lebih mudah, lebih mudah dari LPDP. Akhir bulan Agustus submit dokumen-dokumen di portal online http://beasiswaunggulan.kemdikbud.go.id/ , pekan kedua September pengumuman seleksi dokumen, akhir September wawancara online dan pengumuman. Alhamdulillah lolos. Fabiayyi aalaa irabbikuma tujkadzdziban. Karena posisiku dari awal daftar sudah di Jepang, semua proses dilakukan online, termasuk wawancara. Untuk dokumen kontrak dan surat pernyataan yang tidak bisa dilakukan online, bisa dikirimkan via pos.

Sedikit informasi tentang BU, awalnya tidak hanya pelajar/mahasiswa saja yang bisa mendapatkan BU. Aktivitas lain juga bisa dibiayai termasuk diantaranya aktvitas penelitian, workshop, pelatihan, pagelaran. Kalau merujuk pada petunjuk teknis BU, sasaran dari beasiswa ini adalah peneliti, penulis, pencipta, seniman/budayawan, wartawan, olahragawan, PNS kemdikbud, tokoh, dan atau masyarakat lain berdasarkan aktivitas dan kreativitasnya dianggap layak berdasarkan persetujuan Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasam Luar Negeri. Tapi baru-baru ini ada informasi bahwa aktivitas lain selain kuliah (non-degree) tidak lagi dibiayai. http://beasiswaunggulan.kemdikbud.go.id/pengumumanbeasiswa-bantuan-riset-workshop-pelatihan-dan-pagelaran-non-degree-2016

Berbeda dengan LPDP, kalau LPDP tetap bisa daftar meskipun kita belum pasti dapat sekolahnya, kalau BU, kita harus sudah terdaftar di sebuah universitas baik dalam maupun dalam negeri. Baik mahasiswa baru atau on going. Untuk on going maksimal semester 3. Untuk pendaftaran, ada 2 batch. Batch 2 ditutup Bulan Agustus. Lebih jelasnya, silakan langsung merujuk ke website resminya ya.

Komponen BU pun berbeda dengan LPDP. Tidak seperti LPDP yang hampir meng-cover semua kebutuhan pendidikan termasuk biaya pendidikan, biaya hidup, bantuan buku dan bahkan tunjangan keluarga, komponen BU yang diterima masing-masing penerima bisa berbeda-beda memperhitungkan unsur-unsur: kebermanfaatan, jarak dan waktu pelaksanaan kegiatan, mendukung rencana strategis penetapan SDM Kemdikbud. Contohnya, komponen BU yang aku dapatkan meliputi bantuan biaya hidup per-bulan dan bantuan buku dan penelitian untuk satu kali masa studi, tidak termasuk biaya pendidikan. Tapi ada temanku, komponen BU yang dia dapatkan sudah mencakup biaya pendidikan, biaya hidup dan bantuan buku yang kesemua komponen itu diberikan dalam 3 term: saat setelah dinyatakan lolos BU, setelah mengirim Kartu Hasil Studi (KHS) semester 1 dan saat setelah mempunyai surat keterangan lulus pasca ujian tesis. Detail mengenai komponen apa saja dan bagaimana sistem pemberiannya tertuang di dalam kontrak yang ditandatangani masing-masing penerima beasiswa.

Semua ini Hanyalah Permulaan
Jadi itu tadi sekelumit kisah dari perjalanan studiku yang sering ditanyakan beberapa teman. Semoga cerita ini ada manfaatnya. Saat ini aku sedang menjalani tahun kedua sebagai mahasiswa master. Ini pun banyak kisah dan ‘sampah’ yang telah kubuang ke orang-orang tertentu. Sungguh perjalanan menuntut ilmu itu kadang (atau sering) penuh lika-liku, onak dan duri, suka dan duka, tawa dan tangis. Pokoknya drama banget lah. Namun semua proses itu memang harus kita nikmati. Apapun itu sih. Apapun yang sedang kita jalani, tugas kita adalah menikmatinya dan berusaha menyelesaikan. Mohon doanya ya teman-teman, semoga diberi kemudahan dalam menerima ilmu, dapat menyelesaikan studi pada waktu yang tepat dan ilmu yang diterima bermanfaat dan barakah. Sebaliknya juga, semoga teman-teman yang juga ingin melanjutkan studi suatu saat Allah ridhoi dan dimudahkan jalannya. Aamiin.... ^___^




NB: Terima kasih terutama untuk keluargaku di Nomi: Pak Khoirul dan teh Yayu, Pak Reza dan mbak Eva, Pak Hasan dan Mbak Dian, Pak Ade dan Laili, Dimas dan Nanda. Allah telah menitipkan banyak pertolongan melalui beliau-beliau ini. Tak ada kebaikan yang bisa kubalas atas semua kebaikan yang telah kuterima. InshaAllah, Allah akan membalasnya dengan yang jauuuuuh lebih baik. Semoga Allah memudahkan urusan kita semua. Sukses selalu di manapun kita berada. Jazakumullah khairan jaza. 

8 comments:

  1. Replies
    1. Nah, saya baru selesai baca mbaa Ken. . .
      Ternyata saya telat yaa, hee

      Mba Sofi, ehmmmm. . . Alhamdulillah yaa, bangga dan terharu :)

      Delete
    2. Alhamdulillah...Terima kasih kasih sudah dibaca, semoga bermanfaat :)

      Delete
  2. Fighting... Smua kisah penuh lika liku, onak dn duri, suka dan duka,.. Tapi tetap harus kita nikmati prosesnya... Like this... Miss you....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mari berjuang bersama kami! (gaya orang kampanye)

      Miss you too, ummu Yahya... :-*

      Delete
  3. Cerita sekelumit tapi yang baca jadi termotivasi.Semoga sukses dan lancar studinya Mba Shofiyati Nur Karimah.
    Terima kasih berbagi pengalamannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin.... Terima kasih juga sudah mampir mb Vicky :)
      Semoga sukses untuk kita semua :)

      Delete