Wednesday, February 12, 2014

Ngajar Ngajar Ngajar


Kerja apa? Kok ga ngajar? kenapa ga jadi dosen aja? Kerap kali menerima pertanyaan seperti itu. Bahkan kadang sekilas-kilas--dan akhirnya jadi berkilas-kilas--pertanyaan itu juga muncul dari dalam diri.

Baiklah, kali ini aku pengen bahas tentang profesi mengajar. Menurut pandanganku pastinya. Mau sepakat atau tidak, itu urusan belakangan, yang penting yang depan tetep aku *iki jane ngomongke opo to -_-
ya pokoknya gitu. Jadi kembali ke bahasan awal. Sejak mulai diajari bercita-cita, seingatku, aku tidak pernah bercita-cita jadi guru, dosen, atau semacamnya. Alasannya simple, karena keluargaku--terutama dari garis ibu--adalah guru. Mulai dari Kakek sampai 5 dari 6 anaknya adalah guru. Bahkan 4 dari 6 menantunya pun adalah guru. Jadi bisa dibayangkan betapa inginnya jiwa muda pengelana ini mengarungi jalur hidup yang berbeda dengan leluhurnya (yang sebenarnya lebih dimotivasi oleh rasa bosan). Apakah aku tidak mensyukuri itu? Tidak. sama sekali tidak. Justru aku sangat sangat sangat bersyukur lahir dan dibesarkan di lingkungan pendidik. Hampir semua aspek kehidupanku didasarkan pada ilmu pendidikan, kasarnya, ga perlu sekolah pun rasanya cukup untuk bisa membaca, menulis, berhitung, ngaji, sholat, dsb, dsb.



Tapi bisa jadi benar juga kata pepatah "Buah jatuh tak jauh dari pohonnya". Ndilalah (bahasa indonya ndilalah apa ya??), selama kuliah, dari awal masuk sampai lulus kuliah, profesi sampingan selain 'pelajar' adalah asisten praktikum & guru les privat. Ujung-ujungnya ngajar lagi ngajar lagi. Tapi di akhir-akhir karir sebagai asisten praktikum, aku benar-benar sadar akan potensi diri menjadi guru yang tidak baik. Banyak faktor-faktor dalam diri ini yang rasanya belum cukup pantas menjadi pendidik sehingga ketika sudah lulus dan ada tawaran beasiswa S2 dengan konsekuensi jadi dosen, serta merta tawaran itu ditolak meskipun menjadi dosen adalah harapan besar orang tuaku. Apa daya ego dan mimpi lebih besar. Alhamdulillah seiring berjalannya waktu orang tua bisa memahami jalan yang kupilih.

Kembali ke masalah profesi mengajar, sebenarnya awal mula terinspirasinya postingan ini adalah curhatan tetanggaku, sebut saja namanya Mawar. Jadi Mawar ini adalah sarjana pendidikan dengan predikat cumlaude, kemudian dia lolos menjadi guru di sebuah SDIT di sebuah kota kecil tapi gajinya menurutnya sedikit sekali. Mawar bilang "Jadi pengajar itu berat.. Kenapa dihargai sedikit ya.."

ITU. itu itu... itu alasan kuatku kenapa tidak memilih sebagai pengajar. Karena menurut prinsip yang kuanut untuk diriku sendiri, kalaupun aku harus jadi pengajar, aku harus memastikan diriku sendiri ikhlas. Tidak menggantungkan pendapatan dari mengajar. Ya, dari lubuk hati yang terdalam, aku juga pengen menyampaikan ilmu-ilmu yang sudah kudapat, tapi aku tidak ingin ada ketergantungan materi dari mengajar. Hmmm gimana ya bahasa ringkasnya. Pokoknya, aku pribadi tidak ingin aku mengajar dengan tujuan materi. Mungkin karena alasan itu juga, dari dulu aku sangat jarang menghitung uang yang kudapat dari hasil ngelesin terutama les ngaji (tapi tinggal pakai pakai itu uang, ga dihitung). Jadi sering kelabakan kalau ditanyain, berapa honor ngelesin?

Tapi sekali lagi itu hanya prinsip untuk diterapkan pada diriku sendiri. Untuk orang lain ga tau lagi. Soalnya urusan ikhlas itu hanya dia sendiri dan Alloh yang tahu. Toh keluarga besarku juga pendidik. Selama ini hidup puluhan tahun juga dari upah mengajar.

Ketika Mawar curhat dan minta solusi, jujur aku sendiri ga bisa kasih solusi tapi cuma bisa kasih tanggapan yang kurang lebih intinya, mau diambil atau tidak posisi mengajar itu, masing-masing keputusan ada konsekuensinya. Jika kamu putuskan untuk mengambilnya, pastikan kamu ikhlas mengajar, menyampaikan ilmu, lillahita'ala. Jangan berharap lebih soal materi yang didapat. Kasarnya, kalau mau kaya ya jangan jadi guru meskipun pada kenyataannya banyak guru yang kaya, tapi itu butuh keikhlasan perjuangan panjang. Jika kamu putuskan menolaknya, ya berati kamu harus kerja keras lagi mencapai apa yang kamu inginkan.

Jadi, inti dari postingan ini adalah, profesi mengajar itu adalah profesi yang mulia. Hati-hati dengan kata-kata dan sikap kita (pengajar) karena bisa jadi dan sangat mungkin apa yang kita katakan dan lakukan dicontoh murid-murid kita. Saat ini aku memang belum siap jadi pengajar (maaf Buk.. Pak..), masih banyak hal yang harus kubenahi sebelum jadi pengajar. Someday, misal dapat suami dosen atau guru, berati aku pun juga harus siap hidup tidak menggantungkan hidup dari upah mengajar.

Sekian -_-

2 comments:

  1. Optional soal profesi Mb, bawaannya jg kan da'i sebelum apa2.
    Izin nempel blognya di blogs.jashtis.org

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup. Sepakat Taufiq, kita memang da'i sebelum jadi apapun.

      Delete