
Jadi dulu waktu itu aku masih 25 tahun. Oke, pada tahun itu lebih dari selusin temanku menikah (seriusan ga lebay). Tapi aku masih cukup santai sih karena pada waktu itu bisa dikatakan aku sedang fokus menjajaki mimpi lama yang baru saja tercapai. Nah, di negeri sakura pada waktu itu aku bertemu dengan seorang akhwat yang maashaaAllah menurutku perfect!!! Cantik, hafidzoh, pinter masak, pinter akademisnya (S3 beasiswa MEXT loh), tidak sombong, kalem, ramah, guru ngaji, senang menolong orang, gemar sedekah terutama sedekah makanan untuk "kaum pa pa" (baca: sesama mahasiswa single yang kismin. wkwkwk), baik dengan tetangga (jarang-jarang loh di apartemen kenal tetangga sebelah). Sempurna kan? Iya.. tau tau, tak ada manusia sempurna, tapi kan secara kasat mata kalau kita melihat, kurang apa lagi si embak untuk dijadikan pendamping bagi seorang lelaki. Makanya, saat aku menginap di apartemen beliau, rasa penasaran mengalahkan segalanya. Akhirnya kuberanikan bertanya,
"Mbak, sebelumnya maaaf banget. Maaf banget. Aku mau tanya, tapi kalau sekiranya mbak keberatan menjawab gapapa lho," introku.
"Mbak, maaf nih, kok mbak belum menikah?" langsung to the point (memang eike agak susah berbasa basi anaknya -_-).
"Sekali lagi kalau keberatan ga usah dijawab gapapa lho." (Tapi ga enakan -_-').