Rasanya aku sudah mulai membenci yang namanya 'exam' alias ujian. Itu juga salah satu alasan kenapa aku tidak ambil mata kuliah Bahasa Jepang. Untung ada komunitas dari syakusyo (Kotamadya) yang menyelenggarakan semacam kelas Bahasa Jepang, selanjutnya kita sebut saja kelas Nihongo, secara gratis dan tentu saja tanpa ujian. Hohoo...
Kebencian (baca: ketidaksukaan) akan exam agaknya adalah penyakit baru bagiku. Seingatku, aku tidak pernah se-khawatir ini menghadapi ujian, kecuali mungkin saat UN SMA saja. Bahkan saat sidang skripsi S1, rasasany aku tidak seserius ini sebelumnya. Well, awalnya aku memang tidak terlalu serius juga tentang exam, apa mungkin karena environment di lingkungan baru ini tidak mengenal kata 'sepele'? Bisa jadi sih. Karena sejauh mata memandang, kulihat semua mahasiswa mempersiapkan benar-benar ujiannya. Begitu pun para professor. Mereka tampak begitu serius mempersiapkan siswanya menghadapi ujian. Meskipun 'cuma' ujian mid-term. Oiya, bagi yang tidak tahu apa itu mid-term, mari sedikit kita bahas.
Kalau kita di Indonesia biasa memakai sistem semester. Jadi mata kuliah berakhir setiap 6 bulan. Biasanya ada mid-semester di 3 bulan pertama dan 'semesteran' di akhir perkuliahan. Nah, sistem term ini separonya semeter. Jadi cuma 3 bulan. Kalau mid-term ya berati 1,5 bulan. Sekarang bisa dibayangkan kan kalau kita pakai sistem term, berapa kali kita ujian.
Oke, balik lagi menyoal tentang ujian. Jujur saja selama kuliah S1 dulu sukanya belajar menjelang ujian saja apalagi model ujiannya sudah di-plot-kan 1 pekan full untuk berbagai macam kuliah. Berbeda dengan yang di sini, tidak ada pekan khusus untuk ujian. Waktunya terserah dosennya. Itu pun aku cuma mengambil 3 mata kuliah. Logikanya, ujian 1 pekan dengan berbagai mata kuliah itu lebih annoying daripada ujian cuma 3 matakuliah yang waktunya terserah dosen. Tapi nyatanya aku seperti baru merasakan 'sensasi' ujian yang sesungguhnya dengan hanya 3 mata kuliah dalam 1 term. Mungkin, mungkin lho ya, mungkin sekali lagi karena environmentnya. Seperti yang sudah kusebutkan di atas, mahasiswa dan dosennya ga ada yang menyepelekan hal-hal kecil sekalipun. Dan aku takjub dengan sistem penilaian para dosen, benar-benar FAIR. Sistem penilaian yang menurutku njelimet tapi understandable. Aku ga habis pikir para professor itu bisa-bisanya kasih nilai se-DETAIL itu. Ah tapi maaf ya aku agak susah kasih contohnya. Lebih tepatnya ga mood soalnya bikin inget nilai T____T. Why am I so serious with score now? Mudah sih, jawabnya, karena aku dapat jelek. Jeleeeeeeeeeeek .... Aaaaaaaaak...... ah sudahlah. Tapi aku jadi tahu kemampuanku yang sebenarnya. Benar-benar salut dengan cara sensei-sensei ini kasih nilai.
Mereka bahkan benar-benar mengalokasikan waktu untuk diskusi tentang ujian kita. Benar-benar dibimbing satu per satu, di mana letak kesalahan dan bagaimana solusi dan komentar dari setiap soal. Setiap tugas yang dikumpulkan benar-benar dibaca. Parameternya adalah balasan email. Kalau kita kumpul tugas, kalau belum ada balasan 'I got it' atau 'Thank you for your report' hampir bisa dipastikan kalau tugas kita belum dikoreksi. Awalnya ga nyangka tugas-tugas semacam report yang berisi narasi benar-benar akan dibaca semua, jadi aku kerjakan sekenanya aja (seperti biasa). Tapi begitu melihat kesungguhan para sensei dan keseriusan teman-teman lain, aku mulai merasa down dan (maaf) bego. Tapi alhamdulillah, setidaknya aku segera menyadari ketertinggalanku. I have to run. I have to STUDY hard!! Mohon do'anya ya...
Eh, eh, tunggu. Itu tadi sebenarnya cuma intro saja. Kenapa jadi panjang begitu?!?!?! Kebawa perasaan sih gegara shock lihat nilai-nilai ujian. Aku memang mau ngomong tentang ujian, tapi ujian kehidupan yang sebenarnya yang pasti semua orang akan hadapi. Tapi kita bisa ambil hikmah dari ujian akademik. Self reminder, ketika kita merasa beratnya ujian yang sedang kita hadapi, ingatlah tujuan hidup kita. Ingatlah kisi-kisi atas soal-soal ujian yang akan diberikan Malaikat Munkar dan Nakir. Mampukah kelak kita menjawab pertanyaan-pertanyaan itu?
Seberat apapun ujian kita sekarang, biidznillah pasti ada jalan dan kita mampu mengerjakannya. Urusan hasil biarlah Alloh yang tentukan, tugas kita hanya bekerja, bukan? Bersusaha, berdoa, tawakal. Klise. But, it works.
Rabbii yassir wa laa tuassir
#selfreminder
#laatahzan
#workhard
#playharder hahaaa
No comments:
Post a Comment