Seperti biasa, postingan ini isinya hanya sampah. Jadi jangan buang waktumu untuk membaca sampai bawah. Tapi kalau nekat, terserah deh, tanggung sendiri kalau bingung. Too random eh >_<
Masih ingat film peterpan yang dia tidak ingin jadi orang dewasa? Tentang ia yang ingin menjadi anak-anak selamanya. Aku curiga kisah Peterpan itu sebenarnya keinginan terpendam si pembuat cerita. Mungkin juga itu jeritan hati manusia yang sedang menginjak masa transisi menuju fase kehidupan yang penuh jalan bercabang. Setiap cabang yang dipilih menentukan arah mana ia selanjutnya dan parahnya tidak akan bisa kembali ke persimpangan awal mulai memilih.
Ih ngomongan apa sih ini. Ya pokoknya gitu lah. Hanya sedikit melihat ke perasaan si peterpan. Sepertinya aku sedikit paham kenapa peterpan ingin terus menjadi anak-anak. Kalau kata temannya teman -nah loh panjang sanadnya- di sebuah status jejaring sosial "Aku ingin menjadi anak kecil lagi, permasalah paling sulit yang dialami paling adalah PR matematika."
*sigh*. Tapi menjadi lebih tua adalah keniscayaan sedangkanmenjadi dewasa adalah pilihan. Kalau mau tetap berpikir dan bersikap seperti anak-anak dengan jiwa yang terkurung dalam jasmani yang semakin menua ya bisa-bisa aja, Mau ga mau jasmani manusia pasti bertambah tua -kecuali yang mati muda- dan seiring bertambahnya umur maka semakin banyak pula yang dipikirkan. Seiring bertambahnya umur bertambah pula tuntutan hidup baik dari dalam maupun luar. Seiring bertambahnya umur semakin banyak pula benturan-benturan antara idealisme dan realitas, antara kepentingan internal dan eksternal, antara harapan dan kenyataan. Semakin jauh melangkah, semakin banyak persimpangan jalan yang kadang rambu-rambunya tidak cukup mudah dipahami entah karena plang rambu-rambu yang menjadi terlalu usang atau karena mata hati yang terlalu kotor untuk bisa membaca si petunjuk jalan.
Seolah-olah selalu ada yang mengatakan ini di kepalaku :
Majulah satu langkah ke depan, maka kau tak akan bisa memutar waktu untuk kembali ke belakang. Pilih satu jalan diatara sekian banyak jalan di depanmu, maka hadapilah apapun yang menunggumu di jalan itu. Bahkan ketika kau memilih jalan yang kau yakin benar, tak jarang banyak suara -yang kubilang sebagai tuntutan eksternal- membuatmu ragu kemudian galau.
Ketika kau mulai membutuhkan pasangan untuk menemani perjalanan hidupmu, kau bahkan susah mengenali pasangan yang memang ditakdirkan untukmu menemani perjalananmu, menuju pencaian visi yang sama. Bisa jadi karena terlalu banyak tuntutan yang "harus" kau penuhi tidak sejalan dengan kepentingan dan keinginan pribadi menyebabkan kaburnya pandangan.
Beda-beda cara orang memilih jalannya, mau model cuek dan tak ambil pusing, model serius, model penurut, dll macem-macem lah. Dan memang, mengambil jalan yang berat dan sedikit orangnya bukan pilihan yang mudah. Banyak rintangan yang menanti di sana. Idealisme pun banyak terbentur. Saking keras dan banyaknya benturan tak jarang membuat kaki tak mampu berdiri. Tapi kau masih bisa merangkak. Dan kau pun berpikir, tak ada satu pun manusia yang bisa memahami keadaanmu. Bahkan 2 orang perantara lahirnya dirimu di dunia rasanya tak cukup mengerti kondisimu.
Tapi memang cuma Penciptamu yang paling tahu kondisimu. Dia yang paling tahu setiap inchi halang melintang yang menantimu.
Mungkin seperti itulah yang juga kualami. Doa dan harapan yang masih kupunya. Kuharap iman (percaya) ini tak kan pernah lepas dariku sekeras apapun benturan yang kuhadapi.
Ah sudahlah. cukup aku meracau dan nyampah di sini. Face the world and khusnul khotimah. aamiin...
Masih ingat film peterpan yang dia tidak ingin jadi orang dewasa? Tentang ia yang ingin menjadi anak-anak selamanya. Aku curiga kisah Peterpan itu sebenarnya keinginan terpendam si pembuat cerita. Mungkin juga itu jeritan hati manusia yang sedang menginjak masa transisi menuju fase kehidupan yang penuh jalan bercabang. Setiap cabang yang dipilih menentukan arah mana ia selanjutnya dan parahnya tidak akan bisa kembali ke persimpangan awal mulai memilih.
Ih ngomongan apa sih ini. Ya pokoknya gitu lah. Hanya sedikit melihat ke perasaan si peterpan. Sepertinya aku sedikit paham kenapa peterpan ingin terus menjadi anak-anak. Kalau kata temannya teman -nah loh panjang sanadnya- di sebuah status jejaring sosial "Aku ingin menjadi anak kecil lagi, permasalah paling sulit yang dialami paling adalah PR matematika."
*sigh*. Tapi menjadi lebih tua adalah keniscayaan sedangkanmenjadi dewasa adalah pilihan. Kalau mau tetap berpikir dan bersikap seperti anak-anak dengan jiwa yang terkurung dalam jasmani yang semakin menua ya bisa-bisa aja, Mau ga mau jasmani manusia pasti bertambah tua -kecuali yang mati muda- dan seiring bertambahnya umur maka semakin banyak pula yang dipikirkan. Seiring bertambahnya umur bertambah pula tuntutan hidup baik dari dalam maupun luar. Seiring bertambahnya umur semakin banyak pula benturan-benturan antara idealisme dan realitas, antara kepentingan internal dan eksternal, antara harapan dan kenyataan. Semakin jauh melangkah, semakin banyak persimpangan jalan yang kadang rambu-rambunya tidak cukup mudah dipahami entah karena plang rambu-rambu yang menjadi terlalu usang atau karena mata hati yang terlalu kotor untuk bisa membaca si petunjuk jalan.
Seolah-olah selalu ada yang mengatakan ini di kepalaku :
Majulah satu langkah ke depan, maka kau tak akan bisa memutar waktu untuk kembali ke belakang. Pilih satu jalan diatara sekian banyak jalan di depanmu, maka hadapilah apapun yang menunggumu di jalan itu. Bahkan ketika kau memilih jalan yang kau yakin benar, tak jarang banyak suara -yang kubilang sebagai tuntutan eksternal- membuatmu ragu kemudian galau.
Ketika kau mulai membutuhkan pasangan untuk menemani perjalanan hidupmu, kau bahkan susah mengenali pasangan yang memang ditakdirkan untukmu menemani perjalananmu, menuju pencaian visi yang sama. Bisa jadi karena terlalu banyak tuntutan yang "harus" kau penuhi tidak sejalan dengan kepentingan dan keinginan pribadi menyebabkan kaburnya pandangan.
Beda-beda cara orang memilih jalannya, mau model cuek dan tak ambil pusing, model serius, model penurut, dll macem-macem lah. Dan memang, mengambil jalan yang berat dan sedikit orangnya bukan pilihan yang mudah. Banyak rintangan yang menanti di sana. Idealisme pun banyak terbentur. Saking keras dan banyaknya benturan tak jarang membuat kaki tak mampu berdiri. Tapi kau masih bisa merangkak. Dan kau pun berpikir, tak ada satu pun manusia yang bisa memahami keadaanmu. Bahkan 2 orang perantara lahirnya dirimu di dunia rasanya tak cukup mengerti kondisimu.
Tapi memang cuma Penciptamu yang paling tahu kondisimu. Dia yang paling tahu setiap inchi halang melintang yang menantimu.
Mungkin seperti itulah yang juga kualami. Doa dan harapan yang masih kupunya. Kuharap iman (percaya) ini tak kan pernah lepas dariku sekeras apapun benturan yang kuhadapi.
Ah sudahlah. cukup aku meracau dan nyampah di sini. Face the world and khusnul khotimah. aamiin...
joos artikelnya :)
ReplyDelete