Mungkin didikan orangtua untuk selalu bertanggungjawab atas apa yang telah kita perbuat atau yang kita pilih telah terdoktrin dalam diri. Aku bersyukur memiliki orang tua yang sangat demokratis. Selama ini mereka selalu membiarkan kami, anak-anaknya, memilih apa yang kita mau. Memilih tidak asal memilih, tetapi memilih yang harus sepaket dengan tanggungjawab. Efeknya sampai sekarang, aku terbiasa memilih sendiri jalan hidupku dan bertekat tidak pernah menyesalinya meskipun mungkin setelah dijalani ternyata berujung pada sesuatu yang tidak diharapkan.
Tapi rasa tanggung jawab itu lah yang menjadi dasar sehingga alhamdulillah jarang sekali aku merasa menyesali apa yang telah kupilih untuk dijalani meskipun ternyata jalan itu terjal penuh onak dan duri *rasanya kenal frasa ini ya. xixixi.
Nah, ngomong-ngomong soal tanggun jawab, masih hangat dalam ingatan. Sepekan yang lalu setelah exam 1 suatu mata kuliah, seorang teman bilang katanya tidak mau melanjutkan exam 2. Sebagai catatan, mata kuliah satu ini memang cukup unik, alih-alih mengadakan mid term test di pertengahan term, sensei menggabungkan mid term test dan final test di pekan terakhir perkuliahan. Alasannya karena dia khawatir kalau dia mengadakan mid term test di tengah perkuliahan, dia akan kehilangan beberapa murid setelah ujian mid. Jadi, bisa dibayangkan, sesulit apa mata kuliah itu kan? haha...
Dan benar saja, setelah ujian mid (exam 1), beberapa teman mempertimbangkan untuk tidak mengikuti exam 2 yang hanya selisih 3 hari dari exam 1. Mereka mempertimbangkan untuk Fail alias gagal dalam mata kuliah ini daripada harus menerima kenyataan nilai C di transkip nilai. Istilah populernya, 50 lebih baik dari 60. Jika dapat nilai 50 artinya kamu dapat nilai F dan nilai F ini tak pernah muncul dalam transkip nilai, sedangkan 60 artinya nilai C akan nangkring manis di transkip nilai. So, that's what will be happen.