Wednesday, June 8, 2016

Course, Exam, and Friend



Mungkin didikan orangtua untuk selalu bertanggungjawab atas apa yang telah kita perbuat atau yang kita pilih telah terdoktrin dalam diri. Aku bersyukur memiliki orang tua yang sangat demokratis. Selama ini mereka selalu membiarkan kami, anak-anaknya, memilih apa yang kita mau. Memilih tidak asal memilih, tetapi memilih yang harus sepaket dengan tanggungjawab. Efeknya sampai sekarang, aku terbiasa memilih sendiri jalan hidupku dan bertekat tidak pernah menyesalinya meskipun mungkin setelah dijalani ternyata berujung pada sesuatu yang tidak diharapkan.

Tapi rasa tanggung jawab itu lah yang menjadi dasar sehingga alhamdulillah jarang sekali aku merasa menyesali apa yang telah kupilih untuk dijalani meskipun ternyata jalan itu terjal penuh onak dan duri *rasanya kenal frasa ini ya. xixixi.

Nah, ngomong-ngomong soal tanggun jawab, masih hangat dalam ingatan. Sepekan yang lalu setelah exam 1 suatu mata kuliah, seorang teman bilang katanya tidak mau melanjutkan exam 2. Sebagai catatan, mata kuliah satu ini memang cukup unik, alih-alih mengadakan mid term test di pertengahan term, sensei menggabungkan mid term test dan final test di pekan terakhir perkuliahan. Alasannya karena dia khawatir kalau dia mengadakan mid term test di tengah perkuliahan, dia akan kehilangan beberapa murid setelah ujian mid. Jadi, bisa dibayangkan, sesulit apa mata kuliah itu kan? haha...
Dan benar saja, setelah ujian mid (exam 1), beberapa teman mempertimbangkan untuk tidak mengikuti exam 2 yang hanya selisih 3 hari dari exam 1. Mereka mempertimbangkan untuk Fail alias gagal dalam mata kuliah ini daripada harus menerima kenyataan nilai C di transkip nilai. Istilah populernya, 50 lebih baik dari 60. Jika dapat nilai 50 artinya kamu dapat nilai F dan nilai F ini tak pernah muncul dalam transkip nilai, sedangkan 60 artinya nilai C akan nangkring manis di transkip nilai. So, that's what will be happen.


Malam itu mereka masih galau-galau gila mempertimbangkan ikut exam 2 atau tidak. Mereka diskusi lamaaa sekali sedangkan aku di antara mereka mencoba untuk tetap fokus belajar mempersiapkan exam 2 sambil sesekali menimpali obrolan. Pikirku, tinggal 1 langkah lagi, kenapa harus mundur? Kita sudah berjuang mati-matian sejak hari pertama mengikuti mata kuliah ini, lupa tidur malam berhari-hari (gantinya tidur pagi beberapa jam), ngerjain PR ini itu dll, kenapa juga harus mundur? Tapi setelah ngerjain exam 1 memang bikin ketar ketir sih. Khawatir dapat C? aku juga sejujurnya sekarang khawatir. Gegara S1 ku banyak menuai nilai C membuat berkali-kali gagal dapat beasiswa, akhirnya aku tobat bertekat belajar sungguh-sungguh untuk menghindari nilai itu. Tapi tetep saja, prinsip tetap prinsip, bertanggung jawab atas apa yang sudah dilipih. Selesaikan apa yang sudah dimulai. Sudah berani mendaftar, ya harus berani selesaikan. Untuk hal-hal sepele (semacam nulis cerita misalnya, haha) kadang memang ga sampai selesai sih (#plaak), tapi untuk hal-hal yang penting semacam ini (episode hidup kali ini memasukkan mata kuliah sebagai hal yang penting) prinsip itu berlaku. 

Awalnya kucoba untuk meyakinkan mereka yang berniat mundur ini untuk tetap menyelesaikan hingga akhir. Aku yakin mereka lebih baik dariku. Setidaknya mereka sudah dapat materi-materi dasarnya saat S1 dan S2 (salah satu dari mereka mahasiswa doktor), tidak seperti aku yang sejauh kuingat terakhir serius belajar matematika ya jaman SMA (jaman S1 meskipun ada 1 atau 2 pelajaran matematika, tidak masuk hitungan karena kuliahnya main-main, pelajarannya pun menurutku banyak main-mainnya). Tapi akhirnya aku menyerah, ketakutan mereka terhadap nilai C lebih besar dari segalanya. Yasudahlah....

Sepekan pun berlalu. Exam 2 dan ujian-ujian mata kuliah lain sudah kujalani. Di mata kuliah lain, sebenarnya aku merasa lebih parah lagi. Pengantarnya Bahasa Jepang yang aku sama sekali ga ngerti, dan masih tetep, matematika. Kalau kata seorang teman (yang kudaulat sebagai guru pendampingku untuk mata kuliah ini) di Amerika ada Calculus 1, Calculus 2, Calculus 3, dan yang kita pelajari ini lebih dari itu. More advanced!!! karena semua tahapan kalkulus itu digunakan. Meeeeen....... bisa dibayangkan kan betapa ga mudhengnya kamu kalau calculus 1 aja belum kelar. That's what I faced. 

Tapi alhmdulillah hari ini term pertama sudah selesai. Tinggal menunggu hasil. Aku sangat berharap bisa lulus semua, syukur-syukur dengan nilai yang memuaskan. Tapi yang paling penting, semoga lelah dalam bealajar dan ilmu ini menjadi berkah di kemudian hari. Entah untuk apa. Semoga tetap bisa bermanfaat untuk umat, ya minimal untuk diri sendiri deh. 

Pada kenyataannya, aku pun sudah siap untuk kemungkinan terburuk. InsyaaAlloh tak ada yang disesali. Di balik semua lelah dan "derita" ini, kudapatkan sesuatu yang sudah sangat kurindukan sejak pertama kuinjakkan kaki di bumi samurai. Teman. Setelah rasanya sudah sekian lama tenggelam dalam sepi dan kesendirian akhirnya kutemukan lagi susana "teman" itu meskipun tentu saja teman-teman baru itu takkan pernah menggantikan teman-teman lama. Tapi setidaknya kenyamanaan bersosialisasi kembali kudapatkan. Pertemanan yang pada awalnya didasari atas persamaan nasib penuntut ilmu (meskipun niat menuntut ilmu mereka berbeda dengan niatan menuntut ilmu seorang muslim). Belajar bareng, nglembur bareng, menjajah ruang diskusi di perpustakaan, dan akhirnya kebersamaan itu berlanjut pada hal-hal yang menyenangkan seperti jalan-jalan ke festival, dan another joyful things.

Minna san Ganbanrimashou!!!!

Picnic at Tedorigawa river
The pic was taken by Mike

Komaiko Beach
Taken by Nana


No comments:

Post a Comment