Thursday, May 26, 2016

Dan Hidayah itu Terserak di Sekitar


Kaget juga ternyata sudah lama sekali ga mampir ke blog. Perkuliahan model term ini benar-benar menyita waktu. Setiap term berlangsung kurang dari 3 bulan. Baru berapa pertemuan tetiba udah ujian mid, dan 2 pekan berikutnya ujian lagi. Belum lagi tugas-tugas dari sensei meneror hidup tiada ampun.

Oke, tapi aku ga mau cerita soal ujian dan membuang sampah-sampah alias mengeluh (soalnya udah punya 'tempat sampah' sendiri. wkwkwk). Jadi, mari kita ambil sisi positifnya. Bahasa kerennya, mari kita ambil hikmahnya dari kesibukan ini.

Sadar akan kelemahan diri di bidang akademik terutama matematika dan kesulitan untuk belajar sendiri, mau ga mau akhirnya harus cari partner belajar yang bisa ngajarin. Term sebelumnya karena belum punya teman dan terlalu cemen untuk SKSD (sok kenal sok dekat) akhirnya aku harus belajar sendiri dan akhirnya gagal (tapi  gapapa, yang penting udah usaha *menghibur diri lah). Jadi term ini kubuanglah rasa malu yang bikin cemen itu. Misi SKSD pun dijalankan. Dan alhamdulillah ternyata mereka memang baik-baik. Ternyata selama ini mereka juga pengen temenan sama orang aneh ini (atau akunya yang ke-PD-an? haha).

Jadilah hampir tiap malam aku kencan dengan orang-orang yang berbeda sesuai dengan mata kuliah yang dipelajari. Semakin banyak berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai negara itu, semakin banyak hal menarik yang kudapat. Beberapa dari hal menarik itu ada yang cukup membuatku tertohok dan memberi sedikit (mungkin juga banyak) perubahan diri.

Pada suatu malam setelah belajar Sytem Optimization di ruang diskusi di perpustakaan, kami terlibat perbincangan asyik tentang Bahasa Jepang. Jadi System Optimization ini adalah mata kuliah yang pengantarnya Bahasa Jepang. Aku nekat ambil mata kuliah ini walaupun ga ngerti Bahasa Jepang demi degree completion (ah ceritanya panjang nanti kalau bicara tentang sejarah kenapa aku berani ambil matkul ini). Nah, si anak yang kuminta untuk ngajarin ini bule Eropa yang doyan banget sama Bahasa Jepang dan hobi banget ambil mata kuliah yang pengantarnya Bahasa Jepang. Dan dia pinter matematika (kayaknya). Jadi pas lah aku belajar sama dia.

Pertanyaan standar seperti sejak kapan belajar Bahasa Jepang? sama siapa dan di mana? adalah pertanyaan-pertanyaan basa basi busuk andalanku saat peratama PDKT #evilface. Tapi malam itu, aku menanyakan lagi pertanyaan yang sama tapi kali ini tidak sekedar basa basi untuk PDKT. Ini serius karena penasaran karena jawaban-jawaban dia selama ini membuatku ga habis pikir. Jadi berikut fakta-fakta yang berhasil kuhimpun dan sukses membuatku bertanya-tanya :
1. Katanya, dia mulai belajar Bahasa Jepang selama 4 tahun di negara asalnya SENDIRI, tanpa guru, tanpa ikut kelas, dan tanpa teman. 
2. Selama 2 bulan setiap hari dia alokasikan 9 jam untuk belajar Bahasa Jepang. FOKUS. No INTERNET. Selanjutnya 1 atau 2 jam sehari.
3. N1 or nothing, katanya. Dia ga pernah ikut JLPT sebelumnya dan langsung mentarget N1 bulan Juli tahun ini. 
4. 2 jam sehari fokus mengahafal vocab (dan kanji tentunya) untuk persiapan menjelang ujian besok Juli (sekarang Bulan Mei).
5. Sekarang dia sudah bisa baca novel dan koran, tapi masih  kesulitan dalam pronunciation. Berbeda dengan kita, Orang Indonesia, kosakata Bahasa Jepang lebih mudah kita ucapkan daripada Bahasa Inggris. Tapi lain soal bagi bule eropa. 
6. Ini adalah kali pertama ia ke Jepang (baru 6 bulanan sekarang) dan belum pernah ke Jepang sebelumnya. 

Lain bule eropa, lain lagi bule Amerika. Sebulan sebelum kenal bule eropa ini, aku sudah kenal dengan seorang teman bule Amerika. Cowok juga. Jago masak terutama masakan Jepang dan Bahasa Jepang. Sudah lebih dari 500 masakan yang dia buat dan ia dokumentasikan dalam salah satu album di smartphone miliknya. The foods look really professional!!! 
Kalau lihat penampilannya, ga nyangka kalau cowok cool itu hobi masak dan punya banyak koleksi buku masakan dan kuduga beberapa diantaranya dalam Bahasa Jepang. Ketika kutanya tentang Bahasa Jepang, dia bilang dia belajar sendiri dan mentargetkan minimal 5 kanji sehari. Saat itu aku sudah terkejut dan ga habis fikir dari maana dia dapat motivasi untuk istiqomah dengan kebiasaan itu, 5 kanji sehari. 

Lain bule eropa dan bule Amerika, lain lagi bule Thailand. Beberapa hari sebelum ketemu bule eropa, aku sempat ikut salah satu club hahahihi yang tujuannya untuk wadah ngobrol-ngobrol santai  improving English. Di club itu si cowok Thailand share tips-tips dia belajar bahasa Inggris dan Bahasa Jepang. Dia baru 1 bulanan di Jepang, tapi dia sangat serius belajar Bahasa Jepang dan benar-benar mengalokasikan waktu untuk mempelajarinya di samping kesibukan kuliah (yang pengantarnya masih bahasa Inggris). Kagum dengan semangatnya mempelajari Bahasa Jepang. Malu lah rasanya, diri ini sudah satu tahun duluan di Jepang ga pernah seserius itu belajarnya. 

Untuk ketiga lelaki itu, aku selalu tanya, darimana kamu dapat motivasi sebesar itu untuk mempelajari sesuatu? motivasi sebesar apa yang membuatmu mampu mengalokasikan waktumu setiap hari? Bagaimana kamu bisa se-istiqomah itu???

Kembali ke bule eropa malam itu, sebelum kami pergi pulang meninggalkan perpustakaan ia ingin menunjukkan sesuatu. Ia ambil smartphonenya, unlock screen kemudian TURN ON WIFI. Kemudian ia menunjukkan sesuatu dari google (lupa dia nunjukin apa) dan setelah itu, sebelum ia matikan screen smartphonenya, dengan cepat ia matikan wifi, maka dengan cepat pula aku langsung bertanya,

"Why do you turn off the wifi?!" 

Tampaknya dia kaget dengan pertanyaanku yang tiba-tiba dengan nada terkejut (yang mengejutkan). Dan dengan heran dan sedikit terkejut ia menjawab, "I don't know!" Katanya udah kebiasaan. Dan aku percaya selain jarang online, anak ini jarang buka hp. Dia bukan gadget addict seperti kebanyakan pemuda masa kini, karena kulihat smartphonenya memang bagus tapi ga up to date dan tak ada goresan dan layarnya pun sangat bersih meskipun tanpa screen protector.

Sejak belajar dengan bule eropa malam itu aku benar-benar berpikir. Berusaha menyatukan puzzle-puzzle kehidupan yang Alloh berikan melalui pertemuan dengan orang-orang yang tak terduga itu. Ketiga kawan itu mengajarkan satu hal penting. Istiqomah. 

Aku mungkin tak akan pernah tahu motivasi macam apa yang mereka miliki sebenarnya untuk bisa fokus mempelajari satu hal di samping kewajiban-kewajiban yang lain dan sacrifice many things for it. Tapi aku membandingkan dengan diri dalam hal menghafal Al-Qur'an. Alloh jelas-jelas sudah memberi kita 'iming-iming' yang luar biasa untuk orang-orang yang menghafal Al-Qur'an. Ketika pemuda itu membuatku malu. Malu pada Alloh.

Akhirnya sejak malam itu kubuatlah satu lagi misi hidup. Kucoba untuk mengurangi aktivitas onlineku untuk memulai misi itu. Kupikir aku sudah mendapat satu hidayah. Hidayah melalui orang pertemuan dengan orang-orang yang sebelumnya tak pernah terlintas dalam pikirku.

Semoga bisa istiqomah.

2 comments: