(cerita sebelumnya, [Cerita dan Tarian] I )
"Kamu serius? Tapi dia mau pergi!" kata Mala ketika tahu siapa yang kupikirkan hingga membuatku tidak bisa tidur beberapa hari ini.
"Iya aku tahu," kataku pasrah.
"Tapi, Sarah....," Mala tak tahu harus berkata apa. Aku tahu sebenarnya bukan masalah dia yang akan pergi tapi ada hal yang lebih sulit. Sangat sulit sehingga kami pun tak berani mengucapkan sepatah kata pun selama beberapa menit.
"Huff.... OK, Sarah. Dia baik. Aku yakin dia akan menjadi pasangan yang baik untukmu. Dia akan akan selalu memberimu kejutan dan berusaha membahagiakanmu. Tapi, kau kan tahu dia seperti aku. Dia tidak akan percaya Tuhan," lepas sudah setelah beberapa waktu akhirnya Mala menemukan kata-kata untukku.
Aku hanya diam tidak membalas sepatah kata pun. Mala pun tampak berpikir keras. Dia sangat baik, hati-hati dia memilih kata yang tepat untukku. "OK, aku tanya, siapa yang mulai?"
"Hmmm.... aku." Tambah terkejutlah Mala. Semakin tak menemukan kata. Aku paham apa yang ada di benaknya. "Tapi sebelum menyatakannya aku memastikan dulu kalau dia pun punya perasaan yang sama. Kupikir dia hanya malu untuk mengungkapkannya," lanjutku membela diri berusaha menunjukkan itu tidak seluruhnya salahku. Selama ini dia selalu bercanda di hadapan kawan-kawan yang lain bahwa dia menyukaiku, berakting seolah-olah menjadi suamiku, dan candaan sejenis. Awalnya kupikir candaan itu lucu-lucu saja karena kita semua sadar itu benar-banar hanya candaan yang tidak mungkin benar. Tidak mungkin karena selain saat itu aku sedang patah hati, semua juga tahu kalau aku tidak akan menikah dengan non-muslim. Dari awal memang aku bilang aku tidak akan tertarik dengan non-muslim untuk dijadikan suami. Sama halnya, dia pun tak pernah sebersit pun untuk menjadi muslim.
"Iya aku tahu," kataku pasrah.
"Tapi, Sarah....," Mala tak tahu harus berkata apa. Aku tahu sebenarnya bukan masalah dia yang akan pergi tapi ada hal yang lebih sulit. Sangat sulit sehingga kami pun tak berani mengucapkan sepatah kata pun selama beberapa menit.
"Huff.... OK, Sarah. Dia baik. Aku yakin dia akan menjadi pasangan yang baik untukmu. Dia akan akan selalu memberimu kejutan dan berusaha membahagiakanmu. Tapi, kau kan tahu dia seperti aku. Dia tidak akan percaya Tuhan," lepas sudah setelah beberapa waktu akhirnya Mala menemukan kata-kata untukku.
Aku hanya diam tidak membalas sepatah kata pun. Mala pun tampak berpikir keras. Dia sangat baik, hati-hati dia memilih kata yang tepat untukku. "OK, aku tanya, siapa yang mulai?"
"Hmmm.... aku." Tambah terkejutlah Mala. Semakin tak menemukan kata. Aku paham apa yang ada di benaknya. "Tapi sebelum menyatakannya aku memastikan dulu kalau dia pun punya perasaan yang sama. Kupikir dia hanya malu untuk mengungkapkannya," lanjutku membela diri berusaha menunjukkan itu tidak seluruhnya salahku. Selama ini dia selalu bercanda di hadapan kawan-kawan yang lain bahwa dia menyukaiku, berakting seolah-olah menjadi suamiku, dan candaan sejenis. Awalnya kupikir candaan itu lucu-lucu saja karena kita semua sadar itu benar-banar hanya candaan yang tidak mungkin benar. Tidak mungkin karena selain saat itu aku sedang patah hati, semua juga tahu kalau aku tidak akan menikah dengan non-muslim. Dari awal memang aku bilang aku tidak akan tertarik dengan non-muslim untuk dijadikan suami. Sama halnya, dia pun tak pernah sebersit pun untuk menjadi muslim.