Pernah merasakan dongkol? Jengkel? Marah? Rasanya pengen ngumpat? maki-maki orang seenaknya? Wis pokoknya kalau hati lagi dipenuhi emosi memang rasanya enak banget kalau ngumpat. Loss aja gitu kalau ngumpat. Ga tahu kenapa tapi memang mengumpat itu melegakan. Memaki-maki orang seenak udel juga menyenangkan. Yang ga suka ngumpat&maki-maki orang, trust me it works.
Jangan salah paham dulu, aku emang bilang ngumpat itu enak, tapi bukan berati aku pelakunya. Pernah sekali dua kali nyoba aja dengan tidak ada obyek yang ditujukan rasanya nyoss banget tapi asli, A-S-H-L-I itu ga enak didengar dan berefek sangat panjang. Apa saja efek panjang itu? Nih, aku sebutin, tapi ini menurut hemat saya lho ya *yang hemat aja, yg reguler mahal katanya :D
1. Dosa. Itu pasti. Ga percaya? Cek aja di QS Al-Hujurat ayat 12
2. Ga enak didengar. Memang mengumpat itu enak bagi pengucapnya tapi dijamin bikin risih yang mendengar kecuali mungkin orang-orang yang terbiasa di lingkungan tukang umpat.
3. Perkataan yang buruk berefek pula pada perilaku. Menurutku sih begitu. GA tau teorinya gimana
Mungkin 3 itu yang menurutku akibat paling buruk dari mengumpat. Eh tapi tujuanku posting kali ini bukan masalah umpatan sebenarnya tapi tentang emosi. So, back to the topic. Sambil sedikit curcol, beberapa hari ini ada emosi mendalam yang menyerang #dalem. Selama beberapa hari setiap detik setiap menit terjadi peperangan hebat di otak dan pikiran. Perang brooh...peraaang..... perang antara emosi dan outlook. Ya, jaga sikap tetap enjoy, asik, rame, dll padahal rasanya umpatan dan makian sudah di ujung tanduk itu susssssah. Pake hashtag ya... #susah. Rasanya berat........ sepakat? trust me, it's hard. Tapi susah dan berat itu belum tentu ga bisa dilalui. Makanya kita harus perangi itu emosi. Misal nih, kita ada masalah sama saudara kita, masih inget tentang materi ukhuwah islamiyah kan? nah ukhuwah islamiyah itu sebenarnya bisa dibuktikan SAAT sedang emosi. Saat antar saudara sedang emosi, saat itulah ukhuwah diuji.
Baru kemarin ngobrol panjang sama kawan tetangga kamar. Sebut saja namanya Wati. Si Wati ini cerita tentang 2 orang kenalannya, kita panggil saja namanya mbak A dan mbak B (ga kreatif amat ya panggilannya? habis aku juga ga tahu itu siapa). Alkisah mbak A dan mbak B ini dulu sahabat dekeeeeeet buanggets. Bisa dibilang persahabatan yang militan karena keduanya sama-sama rela berkorban satu sama lain. Nah, pada suatu ketika, mbak A sedang sangat butuh bantuan dan qadarullah si mbak B ini sedang dalam keadaan tak bisa membantu. Tidak diceritakan detail mengenai duduk persoalannya. Pokoknya saat itu mbak B karena alasan yang sangat sangat kuat tidak bisa membantu mbak A yang sedang sangat sangat membutuhkan bantuan. Ketika mbak A menerima "penolakan" dari mbak B memuncaklah emosi mbak A kemudian mengucapkan
"Jadi gitu aja pengorbananmu? Selama ini aku bantu kamu ini itu tapi sekarang cuma aku mintain bantuan kamu ga mau? Jadi selama ini apa balasanmu?"Mendengar kalimat itu dari mulut mbak A hati mbak B langsung sakit tersayat-sayat bukan kepalang. Satu kalimat penuh emosi yang lolos dari quality control sang hati dan otak itu telah membuat satu orang selama berhari-hari merasakan sakit yang mendalam. Ending sekarang si mbak B trauma menjalin persahabatan terlalu dekat. Ia kini menjadi wanita yang sangat keras dalam bergaul (keras ya, bukan kasar) dan kata maaf ternyata tidak cukup untuk menambal lubang di hati yang kadung tersakiti meskipun keduanya kini mengaku sudah saling memaafkan.
Ya, itu hanya satu kisah diantara ribuan kisah tentang akibat lepas landasnya sang emosi di landasan pacu berupa mulut maupun alat gerak.
Jadi, intinya adalah memang menjaga perkataan dan perilaku saat emosi itu susah, berat dan rasanya ga mungkin, tapi bukan berati itu tidak bisa dilakukan. Ini ada tips mujarab untuk mengalahkan emosi dari panggung peperangan
1. DOA agar selalu dijaga hatinya dari segala amarah
2. Curhat pada Sang Pemilik Hati tentang masalah-masalah yang membuat emosi meskipun tanpa diberitahupun Alloh subhanahu wa ta'ala juga sudah tahu
3. Tahajud. Berikan waktu, hati dan pikiran kita untuk berduaan dengan Sang Pencipta
4. Kenali karakter kita. Ada teori kepribadian yang mengkategorikan 4 karakter dasar manusia. Ya.. meskipun teori ini konon tidak valid, tapi setidaknya bisa dijadikan gambaran
Merah: Korelis, Kuning: Sanguinis, Hijau:Plegmatis, Biru: Melankolis |
Sebelum kuakhiri tulisan kali ini, perlu disampaikan bahwa informasi yang di postingan ini hanyalah berdasarkan subyektifitas semata. Jika ada ketidakcocokan baik dari segi cara pandang maupun bahasa penyampaian silakan lewat. hohooo
Semoga bermanfaat ^_^
Yogyakarta, 200220142313 @pojokan kamar kost
yang baru saja memenangkan peperangan :)
Wih subhanallah sudah bisa menang perang euy. Assalamu'alaikum, kak nurul. Saya fitri dari grup #owop4 (juga) :) Emang ya mengendalikan emosi itu selalu jadi PR berat, apalagi buat saya #ups. Mau share tips teknis mengendalikan emosi ala saya ya. Kalau ada sesuatu yang memicu kekesalan/kemarahan kita, tutup sejenak/menghindarlah dari hal tersebut segera. Tarik napas yang lega, beristighfar, kalau perlu wudhu biar fresh. Kalau pikiran sudah terasa jernih, baru dibuka lagi/dihadapi lagi sesuatu yang menyebalkan itu. Biasanya insya Allah response kita cenderung lebih terkendali. Saya sendiri sih masih susah juga nerapin ini, hikshiks. Tapi seperti salah satu kalimat kakak, "Susah bukan berarti ga bisa kan." Insya Allah kalau ada tekad kuat kita bisa menerapkan hadist Rasulullah yang kurang lebih mengamanatkan bahwa orang yang kuat tidak dilihat dari kemampuan fisiknya. Orang yang kuat adalah yang mampu menahan amarah. Aamiin ya Rabb :') #cmiiw
ReplyDeleteaamiin.... Terima kasih mbak Laili sudah mampir :-D
Deletebtw ini blognya Shofi lho... bukan nurul ^-^