Bagaimana perasaanmu kalau yang kita cintai dihina? Oke, mungkin tidak sampai dihina, tapi dinyinyir?
Marah? Sakit hati? Tentu! Itu yang aku rasakan. Namun bagaimana jika yang membuatmu sakit hati itu adalah orang yang kamu sayangi pula? Bagiku, itu lebih menyakitkan. Sakiiiiit. Sungguh. Mau marah? Tapi bagaimana caranya? Marahmu ke dia mungkin bahkan akan memperkeruh suasana. Mengumpat-ngumpat? Memangnya itu menyelesaikan masalah?
Diam saja? Tapi sakitnya tak terperi!!!
Bingung! Bagaimana cara kita membela yang kita cintai itu? Yang kita cintai di atas segala-segalanya yang ada di bumi ini.
Aku tidak rela ya Allah...... Sungguh tak rela agamaku di hina. Sungguh ku tak tahu bagaimana caraku ikut membela agama ini. Aku tak mau seperti mereka yang menyinyir, aku tak mau seperti mereka yang membabi buta membaca cap Islam untuk hal-hal yang buruk. Sungguh, Ya Allah, aku tak rela! Tapi apa yang bisa kulakukan?
Pernyataan berikutnya, bagaimana bisa yang kita cintai tadi dinyinyir, dijelek-jelekkan, dituduh yang tidak-tidak, atau bahkan difitnah? Aku tak bisa sepenuhnya menyalahkan orang yang menyinyir agamaku karena orang yang mengaku mencintainya pun melakukan hal yang sama bahkan kadang lebih buruk dari itu. ITU!!! Sungguh aku tak bisa menyalahkan keduanya. Dan memang bukan hakku untuk menyalahkan dan menyinyir pendapat orang. Sungguh kadang godaan untuk "membela" yang kucinta tersebut sangat menggiurkan. Tapi berusaha sekuat tenaga kutahan. Sebagai gantinya, nyampah di blog :P
Habis mau bagaimana lagi caraku meluapkan marahku?
Yang paling kubisa untuk membela yang kucintai hanyalah dengan berusaha berlaku seperti aturan yang telah Dia tetapkan, meskipun dalam praktiknya banyak cacat.
Rasanya sakit hati melihat orang saling nyinyir hanya karena perbedaan pendapat.
Tapi di sini aku relatif lebih aman. Orang lebih menerima perbedaan meskipun kadang memang harus menahan segala emosi jika ada perbedaan pendapat yang menyinggung masalah prinsip. Sebagai orang yang percaya adanya Allah, jujur, rasanya sakit hati ketika diskusi dengan orang atheis, agnostik, rasionalis atau apalah namanya. Tapi berdebat memang bukan kapasitasku. Sehingga diam dan menelan rasa sakit lah sikap yang kupilih sambil terus berusaha teguh menunjukkan akhlaq Islami. Semoga mereka nanti paham.
Ya, ini lah caraku membela agamaku. Sungguh tak niatan aku menyinggung orang lain, kalaupun ada yang berbeda pendapat, silakan. Untukmu agamamu, untukku agamaku. Tapi kalau lah kau sudah keterlaluan, dan ada seruah untuk melawan, maka aku pun siap untuk berada dalam barisan. Tapi sekali lagi, sungguh tak ada niatanku untuk merusak hubungan silaturahim apapun. Aku akan berusaha menahan diri dari itu, semampuku. Semoga mereka pun paham, dan berusaha menahan diri.
Daripada sibuk dengan perbedaan, bukankah sebaiknya kita sibuk dengan kesamaan?